Panduan Kitab Amsilatut Tasrifiyah

 

Kitab Amsilatut Tasrifiyah karya Syeikh Muhammad Ma’shum ibn ‘Ali sebagai kitab ilmu sharaf sangat penting untuk dipelajari para santri, kitab tersebut sepenuhnya berbahasa Arab. Maka untuk memudahkan dalam mempelajarinya dibuatkan keterangan dalam bahasa Indonesia, termasuk halamannya. Bagi santri yang ada keterbatasan berbahasa Arab bisa membaca penjelasan kitab ini yang berbahasa Indonesia.

Namun admin lupa nama pembuatnya, karena blognya juga sudah terhapus. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan amal jariyah, amin.

Berikut ini Penjelasannya :

Pertama perlu saya tegaskan bahwa standar saya dalam menulis keterangan tentang kaidah shorof ini adalah sebuah kitab/buku kecil dan tipis tapi kaya akan dasar ilmu tata bahasa arab yang menampilkan contoh-contoh kiyasan tashrîf dalam bentuk seperti tabel yaitu kitab Amtsilatut tashrif karangan seorang ulama Indonesia yang terkemuka pada masanya yaitu Syeikh Muhammad Ma’shum ibn ‘Ali yang berdomisili di Kewaron Jombang Jatim, kitab karangan beliau ini telah tersebar luas di pesantren-pesantren di pulau Jawa dan beberapa daerah di luar Jawa, bisa didapatkan di toko-toko buku kurikulum pelajaran pesantren.

Demikian agar diperhatikan sebelumnya bagi siapa saja yang hendak mempelajarinya terlebih dahulu saya sarankan untuk membeli bukunya untuk dijadikan panduan.

Sebelum mempelajari suatu bidang ilmu terlebih dahulu harus diketahui defenisi ilmu tersebut beserta cakupan-cakupannya, dalam hal ini ilmu Tashrif atau yang biasa disebut dengan ilmu Shorof.

Tashrif secara etimologi berarti perubahan, pengalihan atau penggunaan, sedangkan secara istilah Tashrif adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bentuk-bentuk kalimat dalam bahasa arab serta penjelasan huruf-hurufnya, asli, tambahan, pembuangan dan sebagainya.

Buku Amtsilatut tashrif yang ditulis oleh syeikh Muhammad Ma’shum ibn ‘Ali merupakan jadwal dan contoh-contoh kalimat bahasa arab yang telah jadi setelah proses penambahan atau pengurangan yang sesuai dengan kaidah Shorof baku, contoh-contoh tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu Tashrif istilahi yang menampilkan wazan-wazan/contoh kalimat isim dan kalimat fi’il qiyasan (qiyasî) serta perubahan bentuk kalimatnya setelah ditambahi dan dikurangi, dan Tashrîf lughowî yang menampilkan bentuk-bentuk kalimat isim ataupun fi’il ditinjau dari dlomir (makna yang tersimpan) yang terkandung di dalamnya, mengenai ilmu yang menjelaskan tentang proses penambahan dan pengurangan huruf dalam kalimat dinamakan dengan ilmu I’lâl.

 

kalimat

 Kalimat dalam bahasa arab terbagi menjadi 3:

  1. kalimat isim yaitu kalimat yang mempunyai makna dengan sendirinya dan tidak mempunyai waktu/masa seperti زيد/ناصر (zaid/penolong)
  2. kalimat fi’il yaitu kalimat yang mempunyai makna dengan sendirinya dan mempunyai masa seperti نصر (telah menolong)
  3. kalimat huruf yaitu kalimat yang hanya bisa bermakna apa bila disambungkan dengan kalimat lain seperti هل, إنْ (apakah, apa bila)

 pembagian dari kalimat-kalimat tersebut diatas secara lengkap bisa dilihat di kitab nahwu atau ilmu gramatika arab.

Sedangkan kalimat-kalimat yang tertulis dalam jadwal Amtsilatut tshrîfdalam Tashrif istilâhî sesuai dengan urutannya yang berjejer ke samping adalah sebagai berikut:

  1. Fi’il madly ialah kalimat yang menunjukkan zaman madly/masa lampau (past tense), hukumnya adalah mabnî fathah (tercetak dalam bentuk berharkat fathah huruf akhirnya) kecuali apa bila bersambung dengan dlômîr rofa’ mutaharrik (bentuk dlomir mulai dari jama’ mu’annats ghoibah sampai mutakallim ma’al ghoir dalam tshrif lughowî hal. 36) maka harus disukunkan huruf akhirnya seperti نصرَ mejadi نصرْنَ, atau bila bertemu denganwau jama’ maka harus dibaca dlommah huruf akhirnya sepertiنصرَ menjadi نصرُوا
  2. Fi’il mudlôri’ ialah kalimat yang menunjukkan zaman hâl ataumustaqbal/saat ini atau akan datang (present continues tense), hukumnya adalah mabni dlommah kecuali apa bila kemasukanâmil nashob (kalimat yang menuntut nashob) maka harus dibaca fathah huruf akhirnya seperti ينصرُ menjadi أنْ ينصرَ atau âmil jazm (kalimat yang menuntut jazm) maka harus dibaca sukun huruf akhirnya seperti ينصرُ menjadi لم ينصرْ
  3. Mashdar ghoiru mîm ialah kalimat isim yang terletak pada urutan ketiga dalam tashrifan fi’il yang tidak diawali dengan huruf mîm dan bermakna kejadian, hukumnya adalah mu’rob (harkat huruf terakhirnya bisa berubah sesuai âmil yang menuntutnya), dansamâ’î (bentuk lafadznya tidak selamanya mengikuti qiyasan shorof, akan tetapi disesuaikan dengan bahasa yang pernah didengar dari orang arab) seperti هذا ضرب خفيف, ضربت زيدا ضربا شديدا, ضربت زيدا بضرب خفيف
  4.  Mashdar mîm atau Isim mashdar ialah isim mu’rob yang diawali dengan huruf mîm dan beermakna kejadian, hukumnya adalahmu’rob dan qiyasî (bentuk lafadznya disesuaikan dengan kiyasan shorof) seperti مقام, منصر dari fi’il madly قام, نصر
  5. Isim dlomîr ialah isim yang tidak dapat dijadikan awalan dan tidak dapat terletak setelah إلا secara ikhtiyar (bila jatuh setelah illâmaka dikategorikan jarang) seperti contoh أحب الناس إلاكhukumnya adalah mabnî
  6. Isim fâ’il ialah isim yang dibaca rofa’ yang disebut setelah fi’ilnya, isim fâ’il ada dua: fâ’il isim dhohir seperti  جاء زيد dan fâ’il isim dlomîr seperti جاء هو , hukumnya adalah mabnî dlommah, isim fa’il ini menunjukkan pada makna kejadian dan orang yang melakukannya yang disebut dengan subjek
  7.  Isim isyâroh ialah isim yang dipakai sebagai makna isyarat, hukumnya adalah mabnî seperti هذا زيد
  8. Isim maf’ûl ialah isim yang dibaca nashob yang disebut setelah fâ’il, isim maf’ûl juga ada dua sebagaimana isim fâ’il sepertiضربت زيدا dan ضربته, hukumnya adalah mabnî fathah, isim maf’ûl ini menunjukkan pada makna kejadian dan orang/sesuatu yang menjadi objek kejadian tersebut.
  9. Fi’il amar ialah fi’il yang menunjukkan makna perintah yang eksis pada zaman mustaqbal, yang mana harkat ‘ain fi’ilnya sama dengan harkat ‘ain fi’il mudlôri’nya, seperti ينصُرُ menjadi انصُرْ ْhukumnya adalah mabnî sukun
  10. Fi’il nahî ialah fi’il yang menunjukkan makna larangan yang harkat ‘ain fi’ilnya sama dengan harkat ‘ain fi’il mudlôri’nya seperti لا تنصُرْ dari mudlôri’ ينصُرُ , hukumnya adalah mabnî sukun
  11. Isim zamân dan Isim makân ialah isim yang menunjukkan makna masa/waktu atau makna tempat, dua isim ini bentuk wazannya sama akan tetapi maknanya bisa berbeda sesuai pemakaiannya, hukumnya adalah mu’rob, seperti contoh جرى المآء مجراه (air mengalir ditempat mengalirnya) dan ضربت زيدا عند المظهر (aku memukul zaid pada waktu dzuhur)
  12. Isim âlat ialah isim yang menunjukkan makna alat seperti مفتاح(kunci), hukumnya adalah mu’rob.

Keterangan; perbedaan antara isim fa’il dan isim maf’ul dalam fi’il rubâ’îdan seterusnya adalah terletak pada harkat ‘ain fi’ilnya, isim fa’il dibaca kasroh ‘ain fi’ilnya sedangkan isim maf’ul dibaca fathah ‘ain fi’ilnya. pemakaian isim zaman, isim makan dan isim alat tidak semuanya berlaku dalam percakapan melainkan tergantung pada kebiasaan orang arab dalam pemakaiannya.

 

Bentuk Kalimat

Bentuk kalimat ada 13 macam, berikut keterangannya:

  1. binâ’/bentuk kalimat shohîh, adalah bentuk kalimat yang fa’ fi’il/huruf pertama, ‘ain fi’il/huruf kedua dan lam fi’il/huruf ketiganya (dengan menjadikan lafadz فعل sebagai wazan/contoh perbandingan) tidak terdiri dari huruf ‘illat/penyakit yaitu alif,wau dan yâ’ seperti نصر
  2. binâ’ mudlo’âf adalah kalimat yang ‘ain fi’il dan lam fi’ilnya terdiri dari dua jenis huruf yang sama seperti مد asalnya مدد
  3. binâ’ mitsâl wâwî adalah kalimat yang fa’ fi’ilnya terdiri dari huruf wau, seperti وعد
  4. binâ’ mitsâl yâ-î adalah kalimat yang fa’ fi’ilnya terdiri dari hurufyâ’ seperti يسر
  5. binâ’ ajwâf wawî adalah kalimat yang ‘ain fi’ilnya terdiri dari huruf wau seperti صان asalnya صون
  6. binâ’ ajwâf yâ-î adalah kalimat yang ‘ain fi’ilnya terdiri dari hurufyâ’ seperti سار asalnya سير
  7. binâ’ nâqish wawî adalah kalimat yang lâm fi’ilnya terdiri dari huruf wau seperti غزا asalnya غزو
  8. binâ’ nâqish yâ-î adalah kalimat yang lâm fi’ilnya terdiri dari huruf yâ’ seperti سرى asalnya سري

9, 10 dan 11. binâ’ mahmûz fa’, ‘ain dan lâm adalah kalimat yangfa’ fi’il, ‘ain    fi’il atau lâm fi’ilnya terdiri dari huruf hamzah seperti أدم, وأد, فآء

12. binâ’ lafîf maqrûn adalah kalimat yang terdiri dari dua huruf‘illat yang    berkumpul/tidak terpisah seperti شوى

13. binâ’ lafîf mafrûq adalah kalimat yang terdiri dari dua huruf‘illat yang terpisah seperti وقى

 

Tashrîf Istilâhî

halaman. 2 ; (Kalimat yang sebangsa 3 huruf dan sepi dari tambahan)

Perlu diketahui sebelumnya bahwa kalimat baik fi’il ataupun isim dalam bahasa arab paling sedikinya terdiri dari tiga huruf dan paling banyak adalah 7 huruf, sedangkan bentuk kalimat fi’il madly dan mudlori’ dari fi’il tsulâtsî (kalimat fi’il yang terdiri dari tiga huruf) bila ditinjau dari harkat ‘ain fi’ilnya ada enam bab dan tidak ada yang selain yang enam ini, yaitu;

a.    fathah-dlommah seperti نصَر-ينصُر

b.    fathah-kasroh seperti ضرَب-يضرِب

c.     fathah-fathah seperti فتَح-يفتَح

d.    kasroh-fathah seperti علِم-يعلَم

e.    dlommah-dlommah seperti حسُن-يحسُن

f.     kasroh-kasroh seperti حسِب-يحسِب

dibawah ini adalah jadwal tashrîf istilâhî dalam bentuk tabel  ke dalam bahasa Indonesia yang diambilkan dari fi’il madly, sedangkan selain fi’il madly bisa disesuaikan sendiri terjemahnya dengan petunjuk pembagian kalimat yang telah diterangkan sebelumnya.

 Bab 1;

نصر

Menolong

مد

memanjangkan

صان

Menjaga

غزا

memerangi

أمل

Berangan

 Bab 2;

ضرب

Memukul

فر

melarikan diri

وعد

Berjanji

يسر

Gampang

سار

Berjalan

سرى

berjalan dimalam hari

وقى

Menjaga

شوى

memanggang

أدم

membumbui

وأد

mengubur hidup-hidup

فآء

Kembali

 Bab 3;

فعل

mengerjakan

فتح

Membuka

وضع

meletakkan

يفع

mendekati baligh

نأى

Jauh

نشأ

Tumbuh

رأى

Melihat

  Bab 4;

علم

mengetahui

عض

menggigit

وجل

merasa takut

يبس

Kering

خاف

Takut

هاب

takut pada/menghormati

رضي

Rela

خشي

takut/malu

وجي

berjalan dg telanjang kaki

قوي

Kuat

روي

puas dg minum

أثم

Berdosa

بئس

Celaka

برئ

Bebas

Bab 5;

حسن

Baik

ضخم

besar (bentuk/tubuh)

جنب

keluar air maninya

شجع

Berani

جبن

lemah hatinya

وجه

menjadi orang kaya

يمن

Beruntung

طال

Panjang

سرو

mulia serta dermawan

أدب

Sopan

لؤم

rendah/hina

بطؤ

Lambat

وقر

Tenang

نجس

Najis

Bab 6;

حسب

menyangka

ومق

Mencintai


Halaman 8; (kalimat yang sebangsa 4 huruf yang sepi dari tambahan)

             Dibab ini akan menampilkan fi’il dan isim yang asal katanya memang tersusun dari empat huruf tanpa tambahan dan pengurangan kecuali  setelah dikiyas tashrif, fi’il ruba’î mujarrod hanya ada satu bentuk yakni satu bab, di bawah ini adalah fi’il-fi’il ruba’î mujarrod dalam bentuk fi’il madly :

 

دحرج

menggelincirkan

طأطأ

menundukkan/menganggukkan kepala

ترجم

menterjemahkan

وسوس

menggoda/mewaswaskan

قلقل

menggerakkan

فلفل

membubuhi lada

بسمل

mengucapkan "bismillah"

سبحل

mengucapkan "subhanallah"

حمدل

mengucapkan "alhamdulillah"

هيلل

mengucapkan "la ilaha illa Allah"

حوقل

mengucapkan "la haula wala quwata illa billah"

 

 Halaman 10;

(kalimat yang sebangsa 4 huruf yang sepi dari tambahan yang disamakan dengan fi’il rubâ’î mujarrod)

             Fi’il rubâ’î mujarrod ada yang asli seperti bab sebelumnya dihalaman 8, dan ada yang dikategorikan sama dengan fi’il rubâ’î mujarrod  meski sama-sama mujarrod (sepi dari tambahan) yaitu yang biasa disebut fi’il rubâ’î mulhaq (disamakan), demikian itu dikarenakan asal pengambilan bentuk fi’il rubâ’î mulhaq adalah dari suku kata mashdar fi’il tsulâtsî atau isim jâmid (menurut ulama’ kufah semua mashdar adalah jamid yakni tidak terbentuk dengan kiyas tashrîf, karena ia adalah bentuk asli suku tiap kata, sedangkan yang lain hanya diambilkan kiyasannya darinya, seperti contoh-contoh berikut ini:

جلبب (berjilbab) dari mashdar tsulâtsî جلب (menarik/tarik)

حوقل (bercocok diladang) dari mashdar tsulâtsî حَقْل (ladang)

بيطر (menyombongkan diri) dari mashdar tsulâtsî بطْر (sombong)

جهور (mengeraskan suara) dari mashdar tsulâtsî جهْر (keras suaranya),شريَف (memulyakan) dari mashdar tsulâtsî شَرَف (mulya)

سلقى (merebus) dari mashdar tsulâtsî سلْق (merebus)

dan قلنس (memakaikan songkok) dari isim jâmid (isim yang tidak dapat dikiyas tashrîf) قلنسوة (songkok)

 

 halaman 12; (bab pertama dari fi’il tsulâtsî yang diberi tambahan)

             fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "فعَّل" dengan menambahkan kelipatan huruf, berfaidah sebagai berikut:

  1. transitif, seperti : فرّح زيد عمرا (zaid menggembirakan umar), karna mujarrodnya (ketika sepi dari tambahan) berfaidah intransitive
  2. menunjukkan makna banyak, sepeerti: قطّع زيد الحبل (yakni, zaid memotong-motong tali menjadi banyak potongan)
  3. memposisikan objek pada asal pekerjaannya, seperti: كفّر زيد عمرا (yakni, zaid memposisikan kafir/mengkafirkan si umar)
  4. mencabut/merusak asal pekerjaan dari objek, seperti: قشّر زيد الرمان (yakni, zaid mengupas kulit delima)
  5. pengambilan fi’il (kata kerja) dari isim (kata sifat atau benda), seperti: خيّم القوم (yakni, kaum mendirikan tenda).

Perlu diketahui juga bahwa macam-macam huruf tambahan yang bisa ditambahan pada kalimat baik fi’il maupun isim itu ada 10 macam, yaitu terangkum dalam kata singkat أُوَيْسًا هَلْ تَنَمْ" , perinciannya sebagai berikut:

a.

hamzah

f.

hâ’

b.

wau

g.

lâm

c.

yâ’

h.

tâ’

d.

sîn

i.

nûn

e.

âlif

j.

mîm

 

dibawah ini adalah contoh-contoh fi’il tsulâtsî mazîd :

فرح

menggembirakan

كرر

mengulang-ulangi

وكل

mewakilkan

يسر

memudahkan

نور

menerangi

بين

menjelaskan

زكى

membersihkan/menyucikan

لقى

mempertemukan/menemui

ولى

mengangkat (jabatannya)

قوى

menguatkan

أدب

mengadabkan/mendidiknya adab

شأم

menyialkan

هنأ

mengucapkan tahniah (selamat)

 

Halaman 14; (bab fi’il tsulâtsî mazid/yang diberi tambahan)

fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "فاعل" dengan penambahan alif setelah fâ’, berfaidah sebagai berikut:

1.     musyârokah (persekutuan/gabungan) diantara dua orang/sesuatu, (musyârokah ialah maksud dari satu pekerjaan yang dikerjakan oleh dua subjek sehingga kedua-duanya menjadi fa’il (subjek) sekaligus maf’ûl (objek), seperti contoh:ضارب زيد عمرا (zaid dan umar saling pukul)

2.     bermakna fâ’ala yang berfaidah bermakna banyak, seperti contoh: ضاعف الله memakai makna lafadz ضعّف الله (semoga Allah melipatkan, pahalanya)

3.     bermakna af’ala yang berfaidah  ta’diyyah (melampaui/butuh pada maf’ul), seperti contoh: عافاك الله (artinya semoga Allah menyehatkanmu)

4.     bermakna fa’ala yang mujarrod (sepi dari tambahan), seperti contoh: سافر زيد , قاتله الله , بارك الله فيك (zaid melakukan safar, semoga Allah memeranginya, semoga Allah memberkahimu)

dibawah ini adalah bentuk kiyasannya :


قاتل

membunuh/memerangi

ماس

menyentuhkan

واعد

menjanjikan

ياسر

menggampangkan

عاون

menolong

باين

meninggalkan

عاطى

memberikan (tanpa ucapan)

لاقى

menemui

والى

menolong/mengasihi

داوى

mengobati

آخذ

menindak dengan siksaan (menyiksa)

لآءم

mencocoki

ناسأ

berbuat riba nasi'ah pada(menunda pembayaran)

 

Halaman 16; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "أفعل" dengan menambahkan hamzah qoth’ (huruf hamzah yang tetap dibaca baik dalam keadaan tersambung atau terpisah) diakhirnya, berfaidah sebagai berikut:

  1. ta’diyyah (melampaui pada maf’ul/mebutuhkan objek) seperti:أكرمت زيدا (aku memulyakan zaid)
  2. masuk/melebur dalam sesuatu/masa, seperti: أمسى المسافر (si musafir memasuki waktu sore)
  3. bermakna menuju pada sesuatu/tempat, seperti: أحجز زيد و أعرق عمرو (zaid menuju Hijaz dan umar menuju Irak)
  4. menunjukkan adanya sesuatu yang menjadi pengambilan fi’il dalam diri fa’il, seperti contoh: أثمر الطلح و أورق الشجر (pohon pisang berbuah dan pohon berdaun) yakni buah dan daun terdapat dalam diri pohon
  5. makna mubâlaghoh (sangat), seperti contoh: أشغلت عمرا (aku sangat menyibukkan umar)
  6. menemukan sesuatu berada dalam suatu sifat, seperti: أعظمته و أحمدته (aku menemukannya dalam keadaan agung dan terpuji)
  7. bermakna “jadi”, seperti: أقفر البلد (negeri itu menjadi fakir)
  8. bermakna “menawarkan/menyediakan”, seperti: عرض الثوب (dia menyediakan baju untuk dijual)
  9. bermakna “tiada/sirna”, seperti: أشفى المريض (si sakit hilang sembuhnya)
  10. bermakna “sudah tiba waktunya”, seperti: أحصد الزرع (sudah tiba waktunya memanen tanaman)

dibawah ini adalah tabel bentuk-bentuk wazannya :

أكرم

memulyakan

أمد

menolong/memanjangkan tangan

أوعد

menjanjikan

أيسر

memudahkan

أجاب

menjawab

أبان

menjelaskan

أعطى

memberikan

أدرى

memberitahukan

أودى

membayar (diyat)

أروى

menyegarkan (dengan air)

آمن

mengamankan

أجأر

memaksa berdoa sepenuh hati pada

أبرأ

membebaskan

 

Halaman 18; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan ”تفاعل" dengan menambahkan “tâ’” diawalnya dan “âlif” setelah fâ’, berfaidah:

  1. persekutuan antara dua orang atau lebih, seperti: تصالح القوم و تضارب زيد وعمرو (saling berdamai si kaum dan saling pukul si zaid dan umar)
  2. menampakkan sesuatu yang bukan dalam kenyataan, seperti:تمارض زيد (pura-pura sakit si zaid), yakni menampakkan sakit padahal tidak sakit
  3. menunjukkan keterjadian secara berangsur-angsur, seperti: توارد القوم (saling berdatangan si kaum) yakni mereka berdatangan sedikit demi sedikit
  4. menunjukkan makna tsulâtsî mujarrod, seperti: تعالى وسما (tinggi si dia dalam pangkatnya)
  5. muthôwa’ahnya wazan “fâ’ala”, seperti: باعدته فتباعد (aku menjauhinya maka menjadi jauhlah dia)

yang dimaksud muthôwa’ah ialah hasil sesuatu ketika suatu kalimat berhubungan dengan fi’il muta’addî (fi’il yang membutuhkan maf’ûl),

 dibawah ini adalah contoh-contoh kiyasannya :

تباعد

saling menjauhi

تماس

saling bersentuhan

تواعد

saling berjanji

تيامن

mendahulukan yang kanan

تلاوم

saling menyalahkan

تباين

saling menjuhi/menyalahi

تعاطى

saling memberi tanpa ucap

تلاقى

saling bertemu

توارى

bersembunyi

تداوى

berobat

تآنف

saling memandang rendah

تساءل

saling bertanya

تمالأ

saling berkomplot

halaman 20; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "تفعّل" dengan menambahkan tâ’ diawalnya dan menggandakan ‘ain, berfaida:

  1. Muthôwa’ahnya wazan “fa’-‘ala” yang ber’ain fi’il ganda, seperti:كسّرت الزجاج فتكسّر (aku memecahkan kaca maka menjadi pecahlah kaca itu)
  2. makna takalluf yaitu persekongkolan/pertolongan fâ’il/subjek yang diberikan pada fi’il/predikat agar predikat tersebut hasil/terwujud, seperti: تشجع زيد (zaid memberanikan diri) yakni zaid memaksakan sifat keberanian dan mendorongnya agar terwujud dalam dirinya
  3. fâ’il (si subjek) menjadikan/mencetak fi’il (kata kerja) dari kalimat yang pada asalnya adalah maf’ûl (objek), seperti تبنيت يوسف(aku menjadikan yusuf sebagai anakku) dengan mencetak kata إبنmenjadi  تبنّى
  4. menunjukkan makna menjauhi sesuatu, seperti تذمم زيد (zaid menjauhi celaan)
  5. menunjukkan makna “menjadi” seperti تأيمت المرأة (menjadi janda si perempuan) yakni dia menjadi “ayyim” (janda)
  6. menunjukkan terjadinya predikat secara berkali-kali, seperti تجرع زيد (yakni zaid minum teguk demi teguk)
  7. makna “tuntutan” seperti تعجل الشيء (dia terburu-buru terhadap sesuatu yakni menuntut untuk dikerjakan dengan cepat), dan تبينه(yakni dia menuntut “bayan” penjelasannya)

dibawah ini adalah contoh wazannya :

تكسر

menjadi pecah

تكرر

berulang-ulang

توعد

mengancam

تيسر

menjadi mudah

تنور

menjadi terang

تبين

menjadi jelas

تعدى

melampaui batas

تلقى

mendapat/menerima

تولى

menjadi pejabat

تروى

minum/berfikir

تأدب

berakal budi

ترأد

berayun/bergoyang

تصدأ

melihat dalam keadaan berdiri

halaman 22; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "افتعل" dengan menambahkan “hamzah” diawalnya dan “tâ’” diantara fâ’ dan ‘ain fi’ilnya berfaidah sebagai berikut:

1.    muthôwa’ahnya wazan “fa’ala” seperti جمعت الإبل فـ اجتمع(aku mengumpulkan unta maka berkumpullah si unta)

2.    makna “menjadikan/membuat” seperti اختبز زيد (zaid membuat/menjadikan roti)

3.    menambahkan makna mubaghoh (sangat) dalam makna kalimat, seperti اكتسب زيد (si zaid bekerja dengan sangat)

4.    bermakna wazan “fa’ala” (fi’il tsulâtsî mujarrod) seperti اجتذب(dia jadzab/mabuk dalam bermunajat)

5.    bermakna wazan “tafâ’ala” (saling), seperti اختصم bermaknaتخاصم (saling berseteru)

6.    bermakna “tuntutan” seperti اكتدّ (fi’il amar yakni dia menuntut darinya kesungguh-sungguhan)

berikut ini contoh wazannya :

اجتمع

berkumpul

امتد

memanjang

اتصل

menghubungi

اتسر

menjadi mudah

اعتاد

membiasakan

اشترى

membeli

اتقى

bertakwa

ارتوى

menjadi segar/puas (dengan minum)

ايتمن

mempercayakan kepada/melakuakan dengan tangan kanan

ابتأس

bersedih hati

اجترأ

berani

اختار

memilih

اعتدى

melampaui batas/menyalahi peraturan

 

Halaman 24; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "انْفَعَلَ" dengan menambahkan hamzah dan nûn diawalnya, berfaidah:

  1. muthôwa’ahnya wazan “fa’ala” seperti كسرت الزجاج فـ انكسر(aku memecahkan kaca maka pecahlah kaca itu)
  2. muthôwa’ahnya wazan “af’ala” tapi sedikit berlakunya, sepertiأزعجه فـ انزعج (aku mengagetkannya maka kagetlah dia)

keterangan; wazan “infa’ala” tidak terbentuk kecuali dari kalimat yang menunjukkan makna perbaikan dan menghasilkan bekas/dampak secara indrawi, berikut contoh wazannya :

انفعل

terjadi pekerjaannya

انكسر

menjadi pecah

انفض

menjdi pecah (terputus/berakhir)

انقاد

menjadi tunduk/patuh

انماع

menjadi cair

انجلى

menjadi jelas

انبرى

menjadi terkendali

انطفأ

menjadi padam

 

 

 

Halaman 26; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

Fi’il tsulâtsî dipindah pada wazan "افْعَلَّ" dengan menambahkan hamzah washol dan penggandaan lâm fi’il, berfaidah:

  1. menunjukkan berada/memasuki dalam suatu sifat, seperti احمرَّ البُسْرُ (air baru itu memerah) yakni masuk dalam warna merah
  2. makna “sangat” seperti اسودّ الليل (malam menjadi sangat hitam)

dibawah ini contoh wazannya :

احمر

memerah

اسود

menghitam

ابيض

memutih

اصفر

menguning

اخضر

menghijau

اشهب

menjadi kelabu

اسمر

menjadi coklat

 

Halaman 26; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "اسْتَفْعَلَ" dengan menambahkan hamzah washol (hamzah yang dibaca pada saat tidak tersambung seperti istaf’ala dan tidak dibaca saat tersambung dengan kalimat lain seperti إِنِ اسْتَفْعَلَ), sîn dan tâ’, berfaidah:

  1. menuntut suatu pekerjaan seperti استغفر الله (dia meminta ampun pada Allah) yakni dia menuntut pengampunan dari Allah
  2. menemukan sesuatu tampak/berada dalam suatu sifat, sepertiاستعظمته واستحسنته (aku nampak ia agung dan bagus)
  3. makna beralih/pindah, seperti استحجر الطين (Lumpur beralih menjadi batu)
  4. makna terpaksa/menanggung beban, seperti استجرأ (dia memaksakan untuk berani)
  5. bermakna seperti fi’il tsulâtsî mujarrod, seperti استقرّ bermakna قرّّ(menetap/tetap)

muthôwa’ah seperti أراحه فـ استراح (dia A mengistirahatkannya B maka beristirahatlah dia B)

File dapat didownload DI SINI


Sumber : http://adamelfarizy.blogspot.com/2011/05/panduan-belajar-kitab-amtsilatut_02.html

Baca juga : Amsilatut Tasrifiyah dan nadzoman

Print Friendly and PDF

0 Response to "Panduan Kitab Amsilatut Tasrifiyah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel